Tuutt.. tuutt.. (bel berdering)
“iya sebentar”
Klik.. !!! (membuka pintu) “silahkan masuk”
“eh tidak mbak, ini Cuma mau nganter undangan pernikahan temen SMAnya mbak aja” jawab pengantar undangan itu.
“owh, iya terimakasih ya..?”
“sama-sama mbak, pamit ya..?”
“iya”.
‘undangan
pernikahan dikasih ke aku, emang siapa yang menikah ya’ pikirku, aku
buka undangan itu dan betapa terkejutnya setelah melihat nama yang
tertera di undangan itu ‘DANAR KELVINDA dan DIAN PUSPITA’. Ternyata
mereka jadi menikah juga, dan usaha dian untuk memisahkan danar dari
gangguan cewek-cewek lain membuahkan hasil, selamat ya buat kalian
berdua. Pandanganku menerawang jauh saat kita masih SMA dulu.
***
Kebiasaanku
saat masih SMA saat itu adalah membaca buku cerita atau novel sendirian
di taman sekolah, hampir aku lakukan setiap hari. Hingga datang seorang
cowok asing duduk disebelahku yang sedang membaca buku pula, aku hanya
melirik dan dia akhirnya yang angkat bicara.
“ehm… maaf, aku boleh duduk sini kan..?”
“boleh
aja, gak ada yang ngelarang, toh ini juga milik sekolah, siapa aja
boleh pakek dong”ketusku dengan nada tak suka yang memang aku merasa
terganggu dengan kedatangannya.
“kenalin, aku danar” sembari mengajak berjabat tangan.
“nia,
kamu kelas berapa kok aku belum pernah liat kamu sebelumnya..?” tanyaku
mulai mengembangkan senyum, dan ketika aku melihat wajah danar, cukup
tampan dan tak jenuh untuk dipandang, manis sekali.
“3
Ipa 2, mungkin kamu yang nggak pernah mau bergaul dengan kelas lain,
sampai-sampai tidak mengenal aku yang hampir 3 tahun sekolah disini”
“ya
maaf, aku kurang suka aja, abisnya mereka gak sebanding sama aku, aku
kan gak suka jalan-jalan, sedangkan mereka semua anak orang kaya yang
suka jalan-jalan, ngabisin uang orang tuanya”
“nggak juga, ada
yang nggak kok. Oh iya, aku perhatiin kamu sering banget kesini duduk
sendiri, emang nggak pengen ditemenin ya..??”
“hobi
sendiri, udah dulu ya, mau kekelas” sergahku cepat karena aku melihat
sepasang mata yang sedang memperhatikanku dengan danar. Aku segera lari
kekelas karena takut dicegah atau dicegat oleh danar ataupun oleh cewek
itu.
Sejak kejadian itu, aku tak pernah berhenti memikirkan danar,
terlebih sekarang sudah mulai dekat. Dimulai sms’n dan telfonan. ‘apa
artinya ini, jangan sampek aku suka sama cowok yang udah punya cewek’,
pikirku.
“hayyo.. ngelamun aja, mikirin danar ya..??” ledek sahabat dekatku.
“iya des, kenapa ya..??”
“ye… itu mah tanda-tanda jatuh cinta”
“sok tahu ah”
“iya, siapa juga yang sok tahu, aku juga pernah ngerasain kok, tapi aku saranin ati-ati aja sama dian”
“dian..? cewek yang selalu merhatiin aku itu maksud kamu..?”
“ya
iyalah, kamu ini belum tahu ya ternyata, sekarang aku tanya, cowok
paling keren, baik hati, tampan, trus gak sombong, sampek2 di jadiin
favorit itu siapa coba..?”
“gak tahu lah.. emang siapa?”
“ya
danar, tapi kasian dia, udah dijodohin sama orangtunya buat nikah sama
dian, makanya dian sok berkuasa, padahal sifat dian sama danar itu
beranding terbalik, dan kabar lagi klok dian itu cewek nggak bener”
“hush… nggak boleh ngatain orang sembarangan lah, nggak baik nyebar fitnah yang nggak2 desi”
“ya udah klok nggak percaya, aku mau makan dulu laper ini”
Aku
hanya membalas dengan senyuman saja, senyuman yang sama seperti
biasanya, senyuman yang biasa aku lemparkan untuk semua
sahabat-sahabatku, termasuk danar. Walaupun aku diam-diam mulai
menyayangi danar tapi aku coba untuk memendamnya dan biarkan ditelan
oleh waktu, sekalipun gossip antara aku dan danar sudah mulai
membengkak, aku akan terima semua, termasuk dian yang sebentar lagi akan
mendatangiku (labrak). Oke… aku akan terima semua dan aku jelaskan
semua.
Sekolah berakhir untuk hari ini, harus
pulang cepet dan beres-beres rumah karena kakakku akan pulang dari
bandung. Tapi naas banget, dian dan kawan-kawan udah stand by di gerbang
dan aku tahu apa yang akan dia lakukan.
“heh.. cewek blagu, yang suka centil sama cowok orang lain..?” ketus dian.
“kamu panggil aku?” aku masih menunjukkan muka tenang seolah tak akan terjadi apa-apa.
“ya
iyalah, masih nggak ngerasa aja lo” dian sudah siap ingin menampar aku
tapi sebelum itu terjadi danar datang dan menghadang dian.
“dian,
lo gak usah blagu, jangan mentang2 ortu gw njodohin kita, jangan se
enaknya ngatur hidup gw, kita blom sah jadi suami istri, jadi jangan
coba-coba ikut campur urusan gw, semua apa yg gw lakuin bukan urusan lo.
Ngerti….!!!!”
“tapi kan sayang….” Belum selesai dian berbicara sudah ditinggal danar dan nia.
“kamu nggak apa-apa nia?”
“nggak kok makasih ya..?” niatku ingin menjauh dari danar tapi kalah cepat dengan genggaman tangannya.
“nggak usah kayak gitu nia, aku nggak suka kamu menjauhi aku,, apa kamu nggak ngerasain apa yang aku rasain..?”
“maksud kamu..?”
“aku
sayang sama kamu, aku pengen hidup selamanya sama kamu, bukan sama
dian, aku udah tahu semuanya tentang dian, aku nggak mau itu terjadi”
“maaf
danar, aku nggak bisa. Kamu udah dijodohin sama orang tuamu, jadi
hargai mereka, walaupun aku juga sayang sama kamu, aku akan menjauh dari
kamu dan memendam rasa ini” selesai berkata aku berlari dan langsung
naek kendaraan umum.
Aku sengaja menjauh dari danar, dan tak
pernah kasih kabar untuknya. Sampai kuliah pun aku tak pernah kasih tahu
dimana tempatnya.
***
Sekarang, memang ada rasa nyesel tapi turut berbahagia juga.
“hayo, ngelamunin apa?”
“eh kak adit ngagetin aja, nggak ngelamunin apa-apa kok. Kakak mau nikah kapan..?”
“nunggu kamu abis sarjana aja lah, kenapa emangnya dik..?”
“nggak apa2, Cuma Tanya”
“kakak tahu semuanya”
“hem.. bagus deh” aku hanya melempar senyum dan kekamar beres-beres kemudian berangkat ke kampus.
Memang
tak terasa wisudaku sudah di ambang pintu, tapi rasanya aku masih ingin
meneruskan kuliahku,, ah.. nggak mungkin, mau bayar pakek apa,,
sedangkan duit aja nggak punya. Saat duduk sendiri, aku melihat dian
kekampusku, ‘mau ngapain dia’ pikirku. Ternyata dian selama ini satu
kampus denganku, kenapa aku tak pernah menyadari itu ya..?
Aku
sudah wisuda, dan sebentar lagi bekerja, tapi kakakku tak kunjung
menikah malah mau menunggu aku yang menikah duluan, aneh banget lah. Dan
tak terasa pula hari pernikahan danar dengan dian telah tiba , aku
terpaksa menghadirinya karena bujukan kak adit, kakakku sendiri. Akad
nikah pun akan dilaksanakan, tapi sial mungkin saat menyebut nama
mempelai wanita bukan menyebut nama dian, tetapi menyebut namaku. Aku
bingung, kenapa jadi begini dan tak bisa berkutik sama sekali, hal itu
pun terulang 3 kali sampai akhirnya orang tua danar bertanya kepada
danar.
“danar, jangan bikin malu papa”
“siapa yang bikin malu papa, danar nggak bisa nyebutin nama dia, danar Cuma pengen sama nia pa”
“siapa nia..?”
“nia
itu, dia” danar menunjuk aku dan semua mata tertuju padaku, aku tak
tahan dibeginikan, akhirnya aku mengambil keputusan untuk meninggalkan
tempat ini. Tapi kalah cepat lagi dengan danar..
“pliss
nia, jangan menjauh dari aku, aku sayang banget sama kamu, aku Cuma
pengen nikah sama kamu.” Tanpa memberiku kesempatan berbicara, aku
diajak untuk duduk bersebelahan dengan danar. Aku hanya diam saja
sekalipun dinikahkan dengan danar, yang bisa aku lakukan hanya menangis
bahagia.
“danar, makasih ya, kamu masih menyimpan rasa cinta dan sayangmu untukku”
Danar tersenyum “rasa cinta dan sayangku tak akan pernah terganti oleh siapa pun nia”
Air mata dan senyuman bahagia selalu berkembang dan merekar indah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar